KEAJAIBAN HATI ( BAG.2 )

B.    Tentara-Tentara Hati
Apabila engkau ketahui hati, maka kami jelaskan tentara-tentaranya. Ia mempunyai dua tentara, yang satu terlihat dengan mata dan ia adalah tangan, kaki, mata, dan anggota-anggota lainnya. Dan tentara lainnya terlihat dengan mata hati, yaitu sifat-sifat yang akan kami sebutkan. Dalilnya ialah hadis Nabi Saw :
” Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh menjadi baik, dan ia aalah hati. ”Hati harus menjadi pemimpin yang ditaati, sedang nafsu dan anggota badan lainyya mentaati perintah-perintah dan larangan-larangannya. Jika tidak begitu dan dikuasai oleh syahwat, maka pemimpinnya menjadi bawahan dan keadaannya terbalik. Maka raja pun menjadi tawanan yang ditundukkan di tangan seekor anjing atau seorang musuh. ”
Oleh karena itu, apabila seseorang mentaati penganjur keserakahan atau syahwat, ia pun melihat dirinya di waktu tidur atau dalam keadaan terjaga. Ia adalah keadaan Sufi yang sujud di hadapan seekor babi atau seekor keledai. Jika ia mentaati amarah, maka hakikatnya mentaati seekor keledai, yaitu syahwat dan mentaati babi, yaitu keserakahan, ia menaati setan yang menguasai manusia.
Apabila kekuasaan hawa nafsunya menjadi lemah dengan sifat-sifat yang merupakan tentara setan terhadap hati dan tidak memungkinkan bagi hati untuk menolongnya untuk mengalahkan tentara ini dan hati menjadi tertindas selama waktu tertentu, maka hal itu menyebabkan kegagalan khasiat bisikan itu, dan itulah yang dimaksud dengan hitamnya hati dalam kabar-kabar. Dan itu pula yang dimaksud dengan ”at-thaba” dan ”ar-raan” dalam firman Allah Ta’ala.


Mereka itulah yang ditutup mata hati mereka oleh Allah.”  
                                                  (QS. Muhammad : 16)
Dan firman Allah Ta’ala : 
Sekali-kali tidak, sesungguhnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Muthaffinfin : 14)
Perumpamaan hati adalah cermin, karena selama ia jernih dari karat dan kotoran dapatlah dilihat paanya segala sesuatu. Apabila ia karat menutupinya dan tidak ada yang menggosoknya untuk kehilangan karatnya, maka ia pun diselimuti karat dan kotoran, lalu akhirnya binasa. Akibatnya, ia tidak dapat dan dibersihkan. Itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., ” Sesungguhnya hati itu berkarat seperti besi yang berkarat.”  
Ada yang bertanya,  ” Bagaimana menghilangkannya?”
Beliau menjawab, ” Mengingat mati dan membaca Al-Qur’an.”  
Apabila kepemimpinan hati gagal seluruhnya, maka setan pun berkuasa dan sifat-sifat terpuji berubah menjadi tercela.
Nabi Saw. Bersabda, ” Hati itu ada empat macam, yaitu hati yang terang seperti lampu, dan itulah hati orang mukmin, hati yang gelap dan terbalik, itulah hati orang kafir, hati yang tertutup dan terikat pada tutupnya, itulah hati munafik, dan hati yang berlapis dimana terdapat iman dan sifat munafik.”  
Perumpamaan iman di dalamnya seperti tanaman yang tumbuh oleh air yang baik dan perumpamaan sifat munafik seperti luka yang membesar karena nanah dan air nanah. Maka, yang mana di antara kedua benda itu yang menutupinya, ia pun dihukum sesuai dengannya.
Dalam satu riwayat, ”Ia pun membawanya.”
Allah Ta’ala berfirman :
” Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan.” (QS. Al-A’raf : 201).
Diberitakan bahwa penglihatan hati dan terangnya dapat terwujud dengan mengingat Allah dan ia bisa mengingat Allah dengan bertakwa. Ketakwaan adalah pintu untuk mengingat Allah dan zikir adalah pintu ”Kasyaf” sedang ” Kasyaf”  adalah pintu keberuntungan terbesar.

C.    Tertutupnya Hati
Perumpamaan kasyaf adalah seperti cermin, dan ilmu-ilmu hakikat perumpamaannya adalah seperti gambar-gambar yang terlihat didalam cermin, sedangkan timbulnya gambar adalah sesuatu yang ketiga. Apabila engkau telah mengetahuinya ini, maka ketahuilah bahwa terhalangnya gambar-gambar untuk dilihat di dalam cermin mempunyai 5 sebab.
Peratama,  rusaknya gambar cermin, yaitu sebelum ia berputar dan terbentuk serta digosok.
Kedua, kotoran dan karatnya
Ketiga,  kedudukannya yang menyimpang dari posisi gambar dengan adanya gambar itu dibelakang cermin.
Keempat, tabir yang  terukur antara cermin dan gambar.
Kelima,  karena ketidaktahuannya akan posisi di mana terdapat gambar itu.
Begitu pula hati. Ia bersikap untuk berhias dengan perhiasan kebenaran dalam segala urusan, tetapi ia dilkiputi oleh kelima sebab ini.
Pertama,  kekurangan pada hati seperti anak kecil dan orang gila.
Kedua, kekeruhan maksiat dan kotoran yang menumpuk diatas hati dengan sebabnya karena banyaknya syahwat. Itulah yang ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala : ” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. ” (QS. Al-Muthaffifin) Dan sabda Nabi Saw., ” Barangsiapa melakukan dosa, hilanglah sebuah akal dirinya dan tidak kembali kepadanya untuk selamanya,” Sebab, tujuannya adalah untuk membersihkan hati dengan kebaikan yang diikutinua. Seandainya dibawah dosa, niscaya bertambahlah pancaran sinar hati.
Ketiga,menyimpang dari arah hakikat yang dituntut, sehingga wajahnya tertuju kepada pengantaran ketaatan-ketaatan. Seharusnya ia menjadi seperti yang dikatakan oleh Al-Khalil as.,”Innii wajjahtu wajhiyah (Sesungguhnya aku dihadapkan wajahku). ”
Keempat, hijab, yaitu bila terdapat dalam rahasia hati sisa syahwat atau kerusakan akidah yang sudah ada waktu kecil dan tetap ada bekasnya.
Kelima, ketidaktahuan akan arah yang dari situ ia dituntut. Maka, patutlah ia mempunyai iman menyeluruh terhadap segala yang tidak terjadi padanya, yaitu iman kepada yang gaib. Jika ia tidak mempunyai iman ini, bagaimana mungkin ia menuntut sesuatu yang tidak diketahui wujudnya. Kelalaian itu menjadi penghalang. Nabi Saw. Bersabda, ” Kalau saja setan-setantidak mengelilingi hati anak Adam, niscaya mereka dapat memandang kerajaan langit.”
Nabi Saw. Bersabda, ” Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah ibunya yang menjadikannya Yahudi Nasrani, atau Majusi.”
Ibnu Umar meriwayatkan, dikatakan, ”Ya, Rasulullah, dimana Allah, di bumi atau dilangit.”
Nabi Saw. Menjawa, ” Di dalam hati hamba-hamba-Nya yang beriman.”
Dalam kabar, Allah Ta’ala berfirman :
” Bumi dan langit-Ku tidaklah mencukupi Aku, tetapi hati haba-Ku yang berimanlah yang mencukupi Aku.” Dengan Umar berkata, ” Hatiku melihat Tuhanku.  Ia menyucikan hatinya.”  
Allah Ta’ala berfirman : ” Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. ” (QS. Asy-Syams : 9)
Penerimaan kebenaran mempunyai 3 derajat.
Pertama, menerima dengan mendengar di awal fitrah dan awal itu dimungkinkan melakukan kesalahan, yiatu meniru orang awal.
Kedua,  engkau dengar perkataan orang yang engkau cari, misalnya dari dalam rumah, lalu menjadikannya petunjuk bahwa orang itulah yang dicari.
Ketiga, engkau masuki rumah dan menyaksikan serta memandangnya. Itulah yang dimaksud dengan perkataan Ali ra. ” Seandainya penutup disingkap, tidaklah bertambah keyakinanaki.”  
Ini adalah iman para nabi, sidiqin,  para wali. Inilah keyakinan yang tidak diliputi kelupaan dan kelalaian. Sesungguhnya perumpamaan terhalangnya orang kafir, anak kecil, dan orang gila dari mengetahui kebenaran adalah seperti orang yang bisa melihat dalam kegelapan.
Ada kalanya penglihatan itu sempurna, tetapi terhalang pandangannya hingga bersinar cahaya matahari. Maka ia pun sanggup melihat ketika matahari naik.
Begitu pula ilmu itu tidak terungkap dalam hati anak kecil dan orang gila, dan ia tidak dapat membedakan dan tidak berakal karena hatinya belum siap untuk menerima tulisan pena. Pena itu ibarat makhluk Allah Ta’ala yang dijadikan sebab bagi timbulnya ilmu pengetahuan di dalam hati hamba-hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
” Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. ” (QS. Al-alaq : 4) Pena Allah Ta’ala tidaklah menyerupai pena makhluk-Nya sebagaimana sifat-Nya tidak menyerupai sifat makhluk-Nya.
Pena-Nya tidak terbuat dari bambu maupun kayu sebagaimana Zat-Nya tidak terbentuk apa pun.

D.   Perumpamaan Hati
Telah jelas bahwa perumpamaan hati, yakni bisikan : Rabbani, adalah seperti raja, dan badannya seperti kekuasaan, kekuatan aqliyah-nya yang berpikir adalah seperti menterinya, dan sifat-sifat yang tercela seperti polisi. Selama hati sangguo menggunakan petunjuk menteri dan bertindak dalam kerajaan seperti petunjuk akal, maka ia pun bersikap lurus dalam kekuasaannya.
Jika syahwat dan sifat-sifat tercela sanggup membatalkan petunjuk akal, maka hal itu berlawanan dengan akal dan kami berikan sebuah contoh lain baginya.
Kami katakan, ” Bisikkan rohani perumpamaannya seperti prajurit pemburu, badan adalah kendaraannya, kemarahan dan syahwat adalah anjing-anjingnya. Jika kudanya tunduk kepadanya, hewan-hewan buas dan anjing-anjingnya patuh kepadanya, maka tercapailah tujuannya dari perburuan itu, yaitu menghasilkan ilmu dan memperoleh kebahagiaan abadi.”
Jika keduanya larat tidak patuh kepadanya, atau anjingnya tidak terdidik, tidak mau berjalan bila dilepas, dan tidak berhenti oleh isyaratnya, maka urusannya rusak dan terhalang tujuannya terhalang. Dan, dikhawatirkan anjingnya menguasainya sehingga memakannya disamping menolak untuk berburu.

E.    Tingkat Ilmu yang Dihasilkan
Ketahuilah bahwa menghasilkan ilmu oleh hati ada beberapa tingkatan. Diantaranya terdapat pada ulama sehingga menggunakan pendahuluan untuk mencapai hasil dan menggunakan dalil-dalil untuk mencapai kesimpulan.
Diantaranya ilmu yang merupakan kasyaf dan kehendak dari Allah Ta’ala sebagaimana terjadi pada nabi-nabi. Allah Ta’ala berfirman kepada Ibrahim Al-Khalil as.,” Dan demikian kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) dilangit dan di bumi,” (QS. Al-An’am : 75)
Nabi kita Muhammad Saw. Bersabda, ” Ya Allah, tunjukilah kami segala sesuatu sebagaimana apa adanya.” Maka, tersingkaplah kebenaran-kebenaran secara nyata tanpa perantaraan dalil, bukti, atau pendahuluan. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala, ” Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat memahaminya.” (QS. Fathir : 2)
Rahmat ini diberitakan dalam kemurahan ilahi dan kemurahan abadi di dalam hati yang menerimanya. Inilah yang diisyaratkan dengan sabda Nabi Saw. ,” Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai karunia-karunia di hari-hari kehidupanmu, maka usahakan mendapatkannya,” usaha mendapatkannya menimbulkan keberuntungan dan kebahagiaan dengan menyucikannya.
Allah Ta’ala berfirman, ” Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syam : 9)
Sebaliknya, berpaling dirinya menimbulkan kesengsaraan dengan menghalanginya. Allah Ta’ala berfirman : ” Dan seseungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Ay-Syam : 10)
Apabila tujuannya adalah permohonan darti pihak hamba, maka contohnya adalah doa dan meminta petunjuk. Bilama berasal dari pihak Allah Ta’ala tanpa memohon dan sebab dari pihak hamba, mak contohnya adalah turunnya Allah.
Nabi Saw. Bersabda : menceritakan dari Tuhannya Azza wa jalla, ” Telah lama kerinduan orang-orang saleh untuk berjumpa dengan-Ku, sedangkan Aku lebih besar kerinduan-Ku untuk berjumpa dengan mereka.” Mengenai pendekatan diri kepada Allah, Nabi Saw. Bersabda menceritakan dari Allah Swt., ” Brangsiapa mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekatkan diri kepada-nya sehasta,”  
Ringkasnya, kemurahan Ilahi menghendaki kebahagiaan itu tercurah tanpa sifat kikir, sedangkan kemurahan abadi menghendaki bahwa hati di dalam dasar fitrah siap menerima kebahagiaan ini.
Nabi Saw. Bersabda : ,” Setiap bayi dilahrikan dalam keadaan fitrah (suci).”
Allah Ta’ala berfirman, ” Fithratallahi.” (QS. Ar-Ruum:30)
Allah Ta’ala berfirman,”Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin : 4)
Ya, setelah itu ada yang menghambat di tengah kedua perkara itu, yaitu hal-hal yang menyibukkan berupa syahwat dan perbuatan keji. Apabila penghambat-penghambat itu dihilangkan, kembalilah segala urusan kepada tujuannya semula dan tersingkaplah kebesaran dan keagungan Allah oleh hati dan sampailah ia kepada kebahagian abadi.
Allah Ta’ala berfirman, ” Ar-Rabbaniyyuuna wal Ahbaaru.” (Al-Maidah : 44) Maka siapa yang mengalami kebahagiaan ini, ia pun menjadi seorang malaikat yang mulia dan menjadi seorang yang Rabbani.
Ali ra. Berkata,” Sesungguhnya Allah ta’ala di bumi-Nya mempunyai sebuah wadah, yaitu hati, maka yang paling dicintai Allah ialah hati yang paling lembut, paling jernih, dan paling keras.” Kemudian beliau menafsirkannya. Maka beliau berkata, ” maksudnya ialah yang paling keras dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, serta paling lembut terhadap saudara-saudaranya.”
Allah Ta’ala berfirman, ” Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang tak tembus yang didalamnya aa pelita besar.” (QS. An-Nur : 35)
Ubay bin Ka’ab berkata, ” Ini adalah perumpamaan cahaya orang-orang mukmin dan hati mereka.”
Adapun firman Allah Ta’ala :
” Auka dhulumaatin fii bahrin lujjiyyin (atau seperti gelapgulita di lautan yang dalam). (QS. An-Nur : 40) Ini adalah perumpamaan hati orang munafik.
Zaid bin Aslam berkata bahwa firman Allah Ta’ala ” Fii Lauhin Mahfudh”adalah hati orang mukmin

F.    Jenis Ilmu yang Dihasilkan Hati
Manusia dalam asal fitrah dan bentuknya telah berkumpul padanya 4 sifat, yaitu sifat-sifat hewan buas, biantang, setan, dan Rabbani. Di saat marah menguasainya, ia pun melakukan perbuatan-perbuatan hewan buas. Di saat syahwat menguasainya, ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang, dan akan memiliki kedua sifat ini.
Ia pun diliputi cinta kejahatan, penindasan, dan tipu daya yang merupakan sifat stan.
Oleh karena di dalam dirinya terdapat sifat Rabbani sebagai mana firman Allah Ta’ala, ”Katakanlah, roh itu termasuk urusan Tuhanku.” (QS. Al-Isra’ : 85), maka ia pun menganggap diriya memiliki sifat ketuhanan dan kekuasaan.
Ia tidak mau patuh, gembira dengan pengetahuan yang sesuai dengan perkara ini, dan bersedih atas kebodohan yang bertentangan dengannya.
Apabila engkau ketahui ini, maka ketahuilah bahwa kesibukan beribadah dan menekuninya bertujuan menaklukkan sifat yang tidak pantas dan membiarkan sifat yang pantas.
Ilmu yang saleh dan terdapat di dalam hati bilamana dengan cara belajar dan melakukan pendahuluan, maka itu adalah cara Sufi, yaitu dengan kasyaf dan penyaksian. Hal itu ada dua macam.
Pertama, seperti terjadinya ilham di dalam jiwa, yaitu bisikan di dalam hati. Nabi Saw.bersabda :
Sesungguhnya Ruhul Qudus membisikkan di dalam hatiku, cintailah siapa yang engkau kehendaki, karena engkau pasti berpisah dengannya. Dan beramallah apa saja yang engkau kehendaki, karena engkai pasti dibalas. Hiduplah sekehendakmu, karena engkau pasti mati.”  
Kedua,  adalah jenis ilham, yaitu bila disingkarkan baginya hakikat-hakikat dari segala sesuatu dan ditunjukkan malaikat yang ditugaskan untuk itu dari siapa ia mendapat faedah.
Hati yang bersih itu adalah seperti cermin yang bening dan terang. Telah engakau ketahui sebelumnya bahwa itu hakikat-hakikat segala sesuatu yang terukir di Lauh Mahfuz. Begitu hijab (tabir) terangkat dan cermin berada dihadapan Lauh Mahfuz tersingkaplah hakikat-hakikat ilmu dan terungkap tabir, terkadang di waktu tidur terkadang dalam keadaan terjaga, dan itulah kebiasaan Sufi. Dan terkadang dengan tiupan angin lembut tanpa sebab dari pihak hamba atau persiapan sehingga berkilau di dalam hati dari belakang tabir keajaiban suatu keajaiban ilmu. Puncak penyingkapan ini adalah dengan kematian, dimana hijab terangkat seluruhnya. Itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. ” Semua manusia dalam keadaan tidur, maka apabila sudah mati, mereka pun terbangun.”
Hampir sama dengan kematian adalah pembersihan jiwa oleh Sufi. Oleh karena itu, mereka tidak sibuk mempelajari ilmu, tetapi membersihkan hati dan memutuskan kesenangan-kesenangan duniawi, supaya hal itu menyebabkan mereka menghadap Allah secara menyeluruh, kemudian menyerahkan urusannya kepada-Nya.
Allah lebih tahu tentang, cahaya dan bisikan lembut yang diungkapkan bagi hati mereka, dan ia adalah cara nabi dan wali, karena mereka tidak menghasilkan ilmu dan hakikat-hakikat dengan belajar, tetapi mereka menemukan harta terpendam dan tidak berusaha untuk menghasilkannya.
Contoh ilmu kasbi dan cara mereka adalah harta terpendam. Janganlah engkau meninggalkan usaha selama engkau tidak menemukan harta terpendam, karena engkau akan binasa.

G.   Keadaan Hati Terhadap Ilmu dan Beda antara Belajar dan Keadaan Sufi
Hati itu mempunyai dua pintu. Satu pintu menuju dunia indera-indera dan satu pintu menuju alam ghaib. Kebenaran perkataan ini diketahui dengan merenung di waktu tidur, karena engkau lihat keajaiban-keajaiban di dalamnya dan tampak segala yang gaib bagimu dan apa yang akan terjadi setelah beberapa waktu yang lama dan dalam keadaan terjaga. Sesungguhnya pintu itu terbuka bagi para nabi dan wali. Hal itu dialami oleh siapa yang suci hatinya dari segala sesuatu selain Allah Ta’ala dan menghadapkan seluruh dirinya kepada-nya. Nabi Saw. Bersabda, ” Beruntunglah al-mufriduun.” Ada yang bertanya, ” Siapakah mereka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, ” Orang-orang yang berijtihad dengan mengingat Allah dan Zikir itu menghilangkan dosa-dosa mereka, lalu ereka muncul di hati kiamat dalam keadaan ringan.”
Kemudian beliau bersabda mensifatkan mereka, ” Aku (Allah) menghadap mereka dengan wajah-Ku. Tahukah engkau bahwa siapa yang Aku hadapi dengan Wajah-Ku, maka apa yang ingin Aku berikan kepada-nya.” Kemudian Nabi Saw. Bersabda, ” Yang pertama kali Aku (Allah)berikan kepada mereka adalah Aku masukkan cahaya-Ku di dalam hati mereka, lalu mereka bercerita dari mereka.”  
Ternyata jalan masuk ini seluruhnya adalah pintu yang masuk dari hati yang menuju alan gaib, yaitu alam Tuhan.
Seorang alim berkata, ” Dari hati menuju gaib ada pintu.”  
Kami jelaskan beda antara belajar dan tasawuf dengan sebuah contoh dalam sebuah cerita.
Diceritakan bahwa orang-orang  Cina dan Romawi saling membanggakan diri di hadapan seorang raja tentang kebagusan ukiran dan gambar. Raja memutuskan untuk menyuruh mereka menggambar sesuatu.
Orang Cina mengukir satu sisi dan orang Romawi mengukir sisi lainnya. Di antara keduanya dipasang tabir sehingga yang satu tidak bisa mengetahui hasil karya yang lain.
Orang Romawi mengerjakan berbagai warna-warni yang indah, sedang orang Cina menggosok bagia mereka. Ketik orang-orang Romawi selesai, maka orang-orang Cina juga mengaku bahwa mereka telah selesai. Maka raja merasa heran terhadap mereka.
Raja berkata, ” Bagaimana kalian selesai, padahal kalian tidak mewarnai apa-apa?”
Maka dikatakan, ” Angkatlah tabir dan periksalah.”
Mereka lakukan itu dan tabir dianglat. Ternyata warna-warni yang indah dan ukir-ukiran berkilauan dengan semakin bersinar dan semakin jernih, karena mereka menggosok selama pihak lainnya mengukir.
Para sufi menggosok dan para ulama mengukir. Maka tidaklah mereka mendapat tambahan, dan selain yang dihasilkan oleh para ulama, tersingkalah bagi mereka hal-hal yang tidak dibayangkan untuk mencapainya dengan usaha belajar.
Itulah disyaratkan dengan sabda Nabi Saw. ” Apa yang tidak terlihat oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga serta tidak terlintas pada hati seorang manusia.”
Dan dengan sabdanya, ” Tahukah seseorang bahwa apabila Aku(Allah) menghadapinya dengan wajah-Ku, maka apakah yang ingin Aku berikan kepadanya.”
Itulah kehidupan yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala :
” Apabila Rasul menyeru kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-Anfaal : 24) Setelah itu tidaklah mati hatinya.
Al-Hasan berkata, ” Tanah tidak memakan tempat iman. Jika begitusetiap orang mendapat pahala menurut kadar kepayahannya.”
Orang-orang mukmin berjalan dengan cahaya mereka seperti gunung dan sebagian mereka diberi yang lebih kecil hingga orang terakhir diberi cahaya pada ibu jari kakinya. Maka sekali ia bersinar dan sekali ia padam. Apaila bersinar, ia melangkahkan kakinya lalu berjalan. Dan apabila padam, ia tetap berdiri dan lewatnya mereka diatas shirat adalah menurut kadar cahaya mereka.
Diantara mereka ada yang lewat sekejap mata dan ada yang lewat seperti kilat, ada yang lewat seperti awan dan ada yang seperti binatang melesat, ada yang seperti larinya kuda, ada yang diberi cahaya pada ibu jarinya dan merangkak diatas wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya. Ia menyeret tangannya dan bergantung pada yang lain. Sementara segenap sisinya ditimpan api. Ia tetap begitu sampai lolos. (Al-Hadist).
Dengan ini berbeda-beda derajat iman.
Nabi Saw. Bersabda, ” Andaikata imn Abu Bakar ditimbang dengan Iman seluruh alam selain para nabi, niscaya unggullah iman Abu Bakar.”
Ini sama dengan perkataan seseorang. ” Andaikata cahaya matahari ditimbang dengan cahaya lampu-lampu seleuruhnya, niscaya unggullah cahaya matahari. Imang orang-orang seluruhnya seperti lampu dan lilin, sedangkan iman para wali seperti cahaya bulan dan bintang, dan iman para nabi seperti cahaya matahari.”

H.   Cahaya Hati
Abu Darda’ berkata, ” Orang mukmin melihat dari belakang tabir tipis. Demi Allah, sesungguhnya kebenaran itu mempunyai perkataan yang dimasukkan Allah di dalam hati mereka dan mengeluarkannya melalui lidah mereka.”
Nabi Saw. Bersabda, ” Takutlah firasat mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah.”
Nabi Saw. Bersabda, ” Sesungguhnya di antara umatku ada oang-orang yang mendapat ilham dan diajak bicara (dibisiki oleh malaikat), dan sesungguhnya Umar termasuk mereka.”
Ibnu Abbas ra membaca, ” Wa maa arsalna min qablika min rasuulin wa laa nabiyyin (wa laa muhaddatsin),” yakin Ash-Shiddiqin. Kata : ” Wa laa muhaddatsin” tidak termasuk dalam al-Qur’an. Muhaddats artinya orang yang mendapat ilham.
Ringkasnya, barangsiapa melihat selama hidupnya walaupn sekali mimpi yang benar, ia pun tidak memerlukan bukti-bukti. Kabar-kabar, atsar-atsar, dan ayat-ayat yang menunjukkan itu tak terbilang banyaknya.

I.    Pintu Hati
Hati itu mempunyai sebuah pintu, di mana setan masuk dihadapan pintunya yang menuju alam gaib. Setan mengeluarkan bisikan seperti halnya malaikat mengeluarkan bisikan. Sifat-sifat tercela adalah pintu masuk setan kedalam hati. Jalan masuk setan menjadi sempit atau tertutup sesuai dengan banyaknya sifat-sifat tercela yang dihilangkan. Sebaliknya, kalau dibiarkan, maka meluaslah pintu-pintu itu terhadap setan. Apabila engkau tutup pintu ini, maka hati menjadi tempat hikmah dan tempat turunnya melaikat. Apabila engkau biarkan, terbuka maka hati pun menjadi sarang setan.


MUHAMMADIN, FARJAN ’AAJILAN YAA ARHAMAR RAAHIMIINA.
Artinya :
” Wahai Tuhanku, ampunilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku, belas kasihanilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku sejahterkanlah umat Muhammad. Wahai tuhanku, tutupilah kesalahan-kesalahan umat Muhammad. Wahai Tuhanku, ampunilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku, lapangkanlah umat Muhammad dengan kelapangan yang cepat. Wahai Dzat Yang Paling Penyayang di antara semua yang penyayang.”

Penjelasan :
Barangsiapa yang ingin dicintai oleh Allah maka hendaklah ia bertaqwa kepada-Nya dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Selain itu hendaklah Anda membiasakan diri membaca do’a seperti di atas sebanyak-banyaknya pada tiap-tiap selesai mengerjakan shalat fardlu.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar