B. Tentara-Tentara Hati
Apabila
engkau ketahui hati, maka kami jelaskan tentara-tentaranya. Ia
mempunyai dua tentara, yang satu terlihat dengan mata dan ia adalah
tangan, kaki, mata, dan anggota-anggota lainnya. Dan tentara lainnya terlihat dengan mata hati, yaitu sifat-sifat yang akan kami sebutkan. Dalilnya ialah hadis Nabi Saw :
”
Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging. Apabila
daging itu baik, maka seluruh tubuh menjadi baik, dan ia aalah hati.
”Hati harus menjadi pemimpin yang ditaati, sedang nafsu dan anggota
badan lainyya mentaati perintah-perintah dan larangan-larangannya. Jika
tidak begitu dan dikuasai oleh syahwat, maka pemimpinnya menjadi bawahan
dan keadaannya terbalik. Maka raja pun menjadi tawanan yang ditundukkan
di tangan seekor anjing atau seorang musuh. ”
Oleh
karena itu, apabila seseorang mentaati penganjur keserakahan atau
syahwat, ia pun melihat dirinya di waktu tidur atau dalam keadaan
terjaga. Ia adalah keadaan Sufi yang sujud di hadapan seekor babi atau
seekor keledai. Jika ia mentaati amarah, maka hakikatnya mentaati seekor
keledai, yaitu syahwat dan mentaati babi, yaitu keserakahan, ia menaati
setan yang menguasai manusia.
Apabila
kekuasaan hawa nafsunya menjadi lemah dengan sifat-sifat yang merupakan
tentara setan terhadap hati dan tidak memungkinkan bagi hati untuk
menolongnya untuk mengalahkan tentara ini dan hati menjadi tertindas
selama waktu tertentu, maka hal itu menyebabkan kegagalan khasiat
bisikan itu, dan itulah yang dimaksud dengan hitamnya hati dalam
kabar-kabar. Dan itu pula yang dimaksud dengan ”at-thaba” dan ”ar-raan” dalam firman Allah Ta’ala.
” Mereka itulah yang ditutup mata hati mereka oleh Allah.”
(QS. Muhammad : 16)
Dan firman Allah Ta’ala :
” Sekali-kali tidak, sesungguhnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Muthaffinfin : 14)
Perumpamaan
hati adalah cermin, karena selama ia jernih dari karat dan kotoran
dapatlah dilihat paanya segala sesuatu. Apabila ia karat menutupinya dan
tidak ada yang menggosoknya untuk kehilangan karatnya, maka ia pun
diselimuti karat dan kotoran, lalu akhirnya binasa. Akibatnya, ia tidak
dapat dan dibersihkan. Itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., ” Sesungguhnya hati itu berkarat seperti besi yang berkarat.”
Ada yang bertanya, ” Bagaimana menghilangkannya?”
Beliau menjawab, ” Mengingat mati dan membaca Al-Qur’an.”
Apabila kepemimpinan hati gagal seluruhnya, maka setan pun berkuasa dan sifat-sifat terpuji berubah menjadi tercela.
Nabi Saw. Bersabda, ”
Hati itu ada empat macam, yaitu hati yang terang seperti lampu, dan
itulah hati orang mukmin, hati yang gelap dan terbalik, itulah hati
orang kafir, hati yang tertutup dan terikat pada tutupnya, itulah hati
munafik, dan hati yang berlapis dimana terdapat iman dan sifat munafik.”
Perumpamaan
iman di dalamnya seperti tanaman yang tumbuh oleh air yang baik dan
perumpamaan sifat munafik seperti luka yang membesar karena nanah dan
air nanah. Maka, yang mana di antara kedua benda itu yang menutupinya,
ia pun dihukum sesuai dengannya.
Dalam satu riwayat, ”Ia pun membawanya.”
Allah Ta’ala berfirman :
”
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari
setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahan.” (QS. Al-A’raf : 201).
Diberitakan
bahwa penglihatan hati dan terangnya dapat terwujud dengan mengingat
Allah dan ia bisa mengingat Allah dengan bertakwa. Ketakwaan adalah
pintu untuk mengingat Allah dan zikir adalah pintu ”Kasyaf” sedang ” Kasyaf” adalah pintu keberuntungan terbesar.
C. Tertutupnya Hati
Perumpamaan
kasyaf adalah seperti cermin, dan ilmu-ilmu hakikat perumpamaannya
adalah seperti gambar-gambar yang terlihat didalam cermin, sedangkan
timbulnya gambar adalah sesuatu yang ketiga. Apabila engkau telah
mengetahuinya ini, maka ketahuilah bahwa terhalangnya gambar-gambar
untuk dilihat di dalam cermin mempunyai 5 sebab.
Peratama, rusaknya gambar cermin, yaitu sebelum ia berputar dan terbentuk serta digosok.
Kedua, kotoran dan karatnya
Ketiga, kedudukannya yang menyimpang dari posisi gambar dengan adanya gambar itu dibelakang cermin.
Keempat, tabir yang terukur antara cermin dan gambar.
Kelima, karena ketidaktahuannya akan posisi di mana terdapat gambar itu.
Begitu
pula hati. Ia bersikap untuk berhias dengan perhiasan kebenaran dalam
segala urusan, tetapi ia dilkiputi oleh kelima sebab ini.
Pertama, kekurangan pada hati seperti anak kecil dan orang gila.
Kedua, kekeruhan
maksiat dan kotoran yang menumpuk diatas hati dengan sebabnya karena
banyaknya syahwat. Itulah yang ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala : ” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. ” (QS. Al-Muthaffifin) Dan sabda Nabi Saw., ” Barangsiapa melakukan dosa, hilanglah sebuah akal dirinya dan tidak kembali kepadanya untuk selamanya,” Sebab,
tujuannya adalah untuk membersihkan hati dengan kebaikan yang
diikutinua. Seandainya dibawah dosa, niscaya bertambahlah pancaran sinar
hati.
Ketiga,menyimpang
dari arah hakikat yang dituntut, sehingga wajahnya tertuju kepada
pengantaran ketaatan-ketaatan. Seharusnya ia menjadi seperti yang
dikatakan oleh Al-Khalil as.,”Innii wajjahtu wajhiyah (Sesungguhnya aku dihadapkan wajahku). ”
Keempat, hijab,
yaitu bila terdapat dalam rahasia hati sisa syahwat atau kerusakan
akidah yang sudah ada waktu kecil dan tetap ada bekasnya.
Kelima, ketidaktahuan
akan arah yang dari situ ia dituntut. Maka, patutlah ia mempunyai iman
menyeluruh terhadap segala yang tidak terjadi padanya, yaitu iman kepada
yang gaib. Jika ia tidak mempunyai iman ini, bagaimana mungkin ia
menuntut sesuatu yang tidak diketahui wujudnya. Kelalaian itu menjadi
penghalang. Nabi Saw. Bersabda, ” Kalau saja setan-setantidak mengelilingi hati anak Adam, niscaya mereka dapat memandang kerajaan langit.”
Nabi Saw. Bersabda, ” Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah ibunya yang menjadikannya Yahudi Nasrani, atau Majusi.”
Ibnu Umar meriwayatkan, dikatakan, ”Ya, Rasulullah, dimana Allah, di bumi atau dilangit.”
Nabi Saw. Menjawa, ” Di dalam hati hamba-hamba-Nya yang beriman.”
Dalam kabar, Allah Ta’ala berfirman :
” Bumi dan langit-Ku tidaklah mencukupi Aku, tetapi hati haba-Ku yang berimanlah yang mencukupi Aku.” Dengan Umar berkata, ” Hatiku melihat Tuhanku. Ia menyucikan hatinya.”
Allah Ta’ala berfirman : ” Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. ” (QS. Asy-Syams : 9)
Penerimaan kebenaran mempunyai 3 derajat.
Pertama, menerima dengan mendengar di awal fitrah dan awal itu dimungkinkan melakukan kesalahan, yiatu meniru orang awal.
Kedua, engkau
dengar perkataan orang yang engkau cari, misalnya dari dalam rumah,
lalu menjadikannya petunjuk bahwa orang itulah yang dicari.
Ketiga, engkau masuki rumah dan menyaksikan serta memandangnya. Itulah yang dimaksud dengan perkataan Ali ra. ” Seandainya penutup disingkap, tidaklah bertambah keyakinanaki.”
Ini adalah iman para nabi, sidiqin, para
wali. Inilah keyakinan yang tidak diliputi kelupaan dan kelalaian.
Sesungguhnya perumpamaan terhalangnya orang kafir, anak kecil, dan orang
gila dari mengetahui kebenaran adalah seperti orang yang bisa melihat
dalam kegelapan.
Ada
kalanya penglihatan itu sempurna, tetapi terhalang pandangannya hingga
bersinar cahaya matahari. Maka ia pun sanggup melihat ketika matahari
naik.
Begitu
pula ilmu itu tidak terungkap dalam hati anak kecil dan orang gila, dan
ia tidak dapat membedakan dan tidak berakal karena hatinya belum siap
untuk menerima tulisan pena. Pena itu ibarat makhluk Allah Ta’ala yang
dijadikan sebab bagi timbulnya ilmu pengetahuan di dalam hati
hamba-hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
” Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. ” (QS.
Al-alaq : 4) Pena Allah Ta’ala tidaklah menyerupai pena makhluk-Nya
sebagaimana sifat-Nya tidak menyerupai sifat makhluk-Nya.
Pena-Nya tidak terbuat dari bambu maupun kayu sebagaimana Zat-Nya tidak terbentuk apa pun.
D. Perumpamaan Hati
Telah jelas bahwa perumpamaan hati, yakni bisikan : Rabbani, adalah seperti raja, dan badannya seperti kekuasaan, kekuatan aqliyah-nya yang
berpikir adalah seperti menterinya, dan sifat-sifat yang tercela
seperti polisi. Selama hati sangguo menggunakan petunjuk menteri dan
bertindak dalam kerajaan seperti petunjuk akal, maka ia pun bersikap
lurus dalam kekuasaannya.
Jika
syahwat dan sifat-sifat tercela sanggup membatalkan petunjuk akal, maka
hal itu berlawanan dengan akal dan kami berikan sebuah contoh lain
baginya.
Kami katakan, ”
Bisikkan rohani perumpamaannya seperti prajurit pemburu, badan adalah
kendaraannya, kemarahan dan syahwat adalah anjing-anjingnya. Jika
kudanya tunduk kepadanya, hewan-hewan buas dan anjing-anjingnya patuh
kepadanya, maka tercapailah tujuannya dari perburuan itu, yaitu
menghasilkan ilmu dan memperoleh kebahagiaan abadi.”
Jika
keduanya larat tidak patuh kepadanya, atau anjingnya tidak terdidik,
tidak mau berjalan bila dilepas, dan tidak berhenti oleh isyaratnya,
maka urusannya rusak dan terhalang tujuannya terhalang. Dan,
dikhawatirkan anjingnya menguasainya sehingga memakannya disamping
menolak untuk berburu.
E. Tingkat Ilmu yang Dihasilkan
Ketahuilah
bahwa menghasilkan ilmu oleh hati ada beberapa tingkatan. Diantaranya
terdapat pada ulama sehingga menggunakan pendahuluan untuk mencapai
hasil dan menggunakan dalil-dalil untuk mencapai kesimpulan.
Diantaranya
ilmu yang merupakan kasyaf dan kehendak dari Allah Ta’ala sebagaimana
terjadi pada nabi-nabi. Allah Ta’ala berfirman kepada Ibrahim Al-Khalil
as.,” Dan demikian kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) dilangit dan di bumi,” (QS. Al-An’am : 75)
Nabi kita Muhammad Saw. Bersabda, ” Ya Allah, tunjukilah kami segala sesuatu sebagaimana apa adanya.” Maka,
tersingkaplah kebenaran-kebenaran secara nyata tanpa perantaraan dalil,
bukti, atau pendahuluan. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah
Ta’ala, ” Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat memahaminya.” (QS. Fathir : 2)
Rahmat
ini diberitakan dalam kemurahan ilahi dan kemurahan abadi di dalam hati
yang menerimanya. Inilah yang diisyaratkan dengan sabda Nabi Saw. ,” Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai karunia-karunia di hari-hari kehidupanmu, maka usahakan mendapatkannya,” usaha mendapatkannya menimbulkan keberuntungan dan kebahagiaan dengan menyucikannya.
Allah Ta’ala berfirman, ” Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syam : 9)
Sebaliknya, berpaling dirinya menimbulkan kesengsaraan dengan menghalanginya. Allah Ta’ala berfirman : ” Dan seseungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Ay-Syam : 10)
Apabila
tujuannya adalah permohonan darti pihak hamba, maka contohnya adalah
doa dan meminta petunjuk. Bilama berasal dari pihak Allah Ta’ala tanpa
memohon dan sebab dari pihak hamba, mak contohnya adalah turunnya Allah.
Nabi Saw. Bersabda : menceritakan dari Tuhannya Azza
wa jalla, ” Telah lama kerinduan orang-orang saleh untuk berjumpa
dengan-Ku, sedangkan Aku lebih besar kerinduan-Ku untuk berjumpa dengan
mereka.” Mengenai pendekatan diri kepada Allah, Nabi Saw. Bersabda menceritakan dari Allah Swt., ” Brangsiapa mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekatkan diri kepada-nya sehasta,”
Ringkasnya,
kemurahan Ilahi menghendaki kebahagiaan itu tercurah tanpa sifat kikir,
sedangkan kemurahan abadi menghendaki bahwa hati di dalam dasar fitrah
siap menerima kebahagiaan ini.
Nabi Saw. Bersabda : ,” Setiap bayi dilahrikan dalam keadaan fitrah (suci).”
Allah Ta’ala berfirman, ” Fithratallahi.” (QS. Ar-Ruum:30)
Allah Ta’ala berfirman,”Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin : 4)
Ya,
setelah itu ada yang menghambat di tengah kedua perkara itu, yaitu
hal-hal yang menyibukkan berupa syahwat dan perbuatan keji. Apabila
penghambat-penghambat itu dihilangkan, kembalilah segala urusan kepada
tujuannya semula dan tersingkaplah kebesaran dan keagungan Allah oleh
hati dan sampailah ia kepada kebahagian abadi.
Allah Ta’ala berfirman, ” Ar-Rabbaniyyuuna wal Ahbaaru.” (Al-Maidah
: 44) Maka siapa yang mengalami kebahagiaan ini, ia pun menjadi seorang
malaikat yang mulia dan menjadi seorang yang Rabbani.
Ali ra. Berkata,”
Sesungguhnya Allah ta’ala di bumi-Nya mempunyai sebuah wadah, yaitu
hati, maka yang paling dicintai Allah ialah hati yang paling lembut,
paling jernih, dan paling keras.” Kemudian beliau menafsirkannya. Maka beliau berkata, ”
maksudnya ialah yang paling keras dalam agama, paling jernih dalam
keyakinan, serta paling lembut terhadap saudara-saudaranya.”
Allah Ta’ala berfirman, ” Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang tak tembus yang didalamnya aa pelita besar.” (QS. An-Nur : 35)
Ubay bin Ka’ab berkata, ” Ini adalah perumpamaan cahaya orang-orang mukmin dan hati mereka.”
Adapun firman Allah Ta’ala :
” Auka dhulumaatin fii bahrin lujjiyyin (atau seperti gelapgulita di lautan yang dalam). (QS. An-Nur : 40) Ini adalah perumpamaan hati orang munafik.
Zaid bin Aslam berkata bahwa firman Allah Ta’ala ” Fii Lauhin Mahfudh”adalah hati orang mukmin
F. Jenis Ilmu yang Dihasilkan Hati
Manusia
dalam asal fitrah dan bentuknya telah berkumpul padanya 4 sifat, yaitu
sifat-sifat hewan buas, biantang, setan, dan Rabbani. Di
saat marah menguasainya, ia pun melakukan perbuatan-perbuatan hewan
buas. Di saat syahwat menguasainya, ia melakukan perbuatan-perbuatan
binatang, dan akan memiliki kedua sifat ini.
Ia pun diliputi cinta kejahatan, penindasan, dan tipu daya yang merupakan sifat stan.
Oleh karena di dalam dirinya terdapat sifat Rabbani sebagai mana firman Allah Ta’ala, ”Katakanlah, roh itu termasuk urusan Tuhanku.” (QS. Al-Isra’ : 85), maka ia pun menganggap diriya memiliki sifat ketuhanan dan kekuasaan.
Ia
tidak mau patuh, gembira dengan pengetahuan yang sesuai dengan perkara
ini, dan bersedih atas kebodohan yang bertentangan dengannya.
Apabila
engkau ketahui ini, maka ketahuilah bahwa kesibukan beribadah dan
menekuninya bertujuan menaklukkan sifat yang tidak pantas dan membiarkan
sifat yang pantas.
Ilmu
yang saleh dan terdapat di dalam hati bilamana dengan cara belajar dan
melakukan pendahuluan, maka itu adalah cara Sufi, yaitu dengan kasyaf
dan penyaksian. Hal itu ada dua macam.
Pertama, seperti terjadinya ilham di dalam jiwa, yaitu bisikan di dalam hati. Nabi Saw.bersabda :
” Sesungguhnya
Ruhul Qudus membisikkan di dalam hatiku, cintailah siapa yang engkau
kehendaki, karena engkau pasti berpisah dengannya. Dan beramallah apa
saja yang engkau kehendaki, karena engkai pasti dibalas. Hiduplah
sekehendakmu, karena engkau pasti mati.”
Kedua, adalah
jenis ilham, yaitu bila disingkarkan baginya hakikat-hakikat dari
segala sesuatu dan ditunjukkan malaikat yang ditugaskan untuk itu dari
siapa ia mendapat faedah.
Hati
yang bersih itu adalah seperti cermin yang bening dan terang. Telah
engakau ketahui sebelumnya bahwa itu hakikat-hakikat segala sesuatu yang
terukir di Lauh Mahfuz. Begitu hijab (tabir) terangkat dan cermin berada dihadapan Lauh Mahfuz
tersingkaplah hakikat-hakikat ilmu dan terungkap tabir, terkadang di
waktu tidur terkadang dalam keadaan terjaga, dan itulah kebiasaan Sufi.
Dan terkadang dengan tiupan angin lembut tanpa sebab dari pihak hamba
atau persiapan sehingga berkilau di dalam hati dari belakang tabir
keajaiban suatu keajaiban ilmu. Puncak penyingkapan ini adalah dengan
kematian, dimana hijab terangkat seluruhnya. Itulah yang dimaksud dengan
sabda Nabi Saw. ” Semua manusia dalam keadaan tidur, maka apabila sudah mati, mereka pun terbangun.”
Hampir
sama dengan kematian adalah pembersihan jiwa oleh Sufi. Oleh karena
itu, mereka tidak sibuk mempelajari ilmu, tetapi membersihkan hati dan
memutuskan kesenangan-kesenangan duniawi, supaya hal itu menyebabkan
mereka menghadap Allah secara menyeluruh, kemudian menyerahkan urusannya
kepada-Nya.
Allah
lebih tahu tentang, cahaya dan bisikan lembut yang diungkapkan bagi
hati mereka, dan ia adalah cara nabi dan wali, karena mereka tidak
menghasilkan ilmu dan hakikat-hakikat dengan belajar, tetapi mereka
menemukan harta terpendam dan tidak berusaha untuk menghasilkannya.
Contoh
ilmu kasbi dan cara mereka adalah harta terpendam. Janganlah engkau
meninggalkan usaha selama engkau tidak menemukan harta terpendam, karena
engkau akan binasa.
G. Keadaan Hati Terhadap Ilmu dan Beda antara Belajar dan Keadaan Sufi
Hati
itu mempunyai dua pintu. Satu pintu menuju dunia indera-indera dan satu
pintu menuju alam ghaib. Kebenaran perkataan ini diketahui dengan
merenung di waktu tidur, karena engkau lihat keajaiban-keajaiban di
dalamnya dan tampak segala yang gaib bagimu dan apa yang akan terjadi
setelah beberapa waktu yang lama dan dalam keadaan terjaga. Sesungguhnya
pintu itu terbuka bagi para nabi dan wali. Hal itu dialami oleh siapa
yang suci hatinya dari segala sesuatu selain Allah Ta’ala dan
menghadapkan seluruh dirinya kepada-nya. Nabi Saw. Bersabda, ” Beruntunglah al-mufriduun.” Ada yang bertanya, ” Siapakah mereka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, ”
Orang-orang yang berijtihad dengan mengingat Allah dan Zikir itu
menghilangkan dosa-dosa mereka, lalu ereka muncul di hati kiamat dalam
keadaan ringan.”
Kemudian beliau bersabda mensifatkan mereka, ”
Aku (Allah) menghadap mereka dengan wajah-Ku. Tahukah engkau bahwa
siapa yang Aku hadapi dengan Wajah-Ku, maka apa yang ingin Aku berikan
kepada-nya.” Kemudian Nabi Saw. Bersabda, ”
Yang pertama kali Aku (Allah)berikan kepada mereka adalah Aku masukkan
cahaya-Ku di dalam hati mereka, lalu mereka bercerita dari mereka.”
Ternyata jalan masuk ini seluruhnya adalah pintu yang masuk dari hati yang menuju alan gaib, yaitu alam Tuhan.
Seorang alim berkata, ” Dari hati menuju gaib ada pintu.”
Kami jelaskan beda antara belajar dan tasawuf dengan sebuah contoh dalam sebuah cerita.
Diceritakan
bahwa orang-orang Cina dan Romawi saling membanggakan diri di hadapan
seorang raja tentang kebagusan ukiran dan gambar. Raja memutuskan untuk
menyuruh mereka menggambar sesuatu.
Orang
Cina mengukir satu sisi dan orang Romawi mengukir sisi lainnya. Di
antara keduanya dipasang tabir sehingga yang satu tidak bisa mengetahui
hasil karya yang lain.
Orang
Romawi mengerjakan berbagai warna-warni yang indah, sedang orang Cina
menggosok bagia mereka. Ketik orang-orang Romawi selesai, maka
orang-orang Cina juga mengaku bahwa mereka telah selesai. Maka raja merasa heran terhadap mereka.
Raja berkata, ” Bagaimana kalian selesai, padahal kalian tidak mewarnai apa-apa?”
Maka dikatakan, ” Angkatlah tabir dan periksalah.”
Mereka
lakukan itu dan tabir dianglat. Ternyata warna-warni yang indah dan
ukir-ukiran berkilauan dengan semakin bersinar dan semakin jernih,
karena mereka menggosok selama pihak lainnya mengukir.
Para
sufi menggosok dan para ulama mengukir. Maka tidaklah mereka mendapat
tambahan, dan selain yang dihasilkan oleh para ulama, tersingkalah bagi
mereka hal-hal yang tidak dibayangkan untuk mencapainya dengan usaha
belajar.
Itulah disyaratkan dengan sabda Nabi Saw. ” Apa yang tidak terlihat oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga serta tidak terlintas pada hati seorang manusia.”
Dan dengan sabdanya, ” Tahukah seseorang bahwa apabila Aku(Allah) menghadapinya dengan wajah-Ku, maka apakah yang ingin Aku berikan kepadanya.”
Itulah kehidupan yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala :
” Apabila Rasul menyeru kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-Anfaal : 24) Setelah itu tidaklah mati hatinya.
Al-Hasan berkata, ” Tanah tidak memakan tempat iman. Jika begitusetiap orang mendapat pahala menurut kadar kepayahannya.”
Orang-orang
mukmin berjalan dengan cahaya mereka seperti gunung dan sebagian mereka
diberi yang lebih kecil hingga orang terakhir diberi cahaya pada ibu
jari kakinya. Maka sekali ia bersinar dan sekali ia padam. Apaila
bersinar, ia melangkahkan kakinya lalu berjalan. Dan apabila padam, ia
tetap berdiri dan lewatnya mereka diatas shirat adalah menurut kadar cahaya mereka.
Diantara
mereka ada yang lewat sekejap mata dan ada yang lewat seperti kilat,
ada yang lewat seperti awan dan ada yang seperti binatang melesat, ada
yang seperti larinya kuda, ada yang diberi cahaya pada ibu jarinya dan
merangkak diatas wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya. Ia menyeret
tangannya dan bergantung pada yang lain. Sementara segenap sisinya
ditimpan api. Ia tetap begitu sampai lolos. (Al-Hadist).
Dengan ini berbeda-beda derajat iman.
Nabi Saw. Bersabda, ” Andaikata imn Abu Bakar ditimbang dengan Iman seluruh alam selain para nabi, niscaya unggullah iman Abu Bakar.”
Ini sama dengan perkataan seseorang. ”
Andaikata cahaya matahari ditimbang dengan cahaya lampu-lampu
seleuruhnya, niscaya unggullah cahaya matahari. Imang orang-orang
seluruhnya seperti lampu dan lilin, sedangkan iman para wali seperti
cahaya bulan dan bintang, dan iman para nabi seperti cahaya matahari.”
H. Cahaya Hati
Abu Darda’ berkata, ”
Orang mukmin melihat dari belakang tabir tipis. Demi Allah,
sesungguhnya kebenaran itu mempunyai perkataan yang dimasukkan Allah di
dalam hati mereka dan mengeluarkannya melalui lidah mereka.”
Nabi Saw. Bersabda, ” Takutlah firasat mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah.”
Nabi Saw. Bersabda, ”
Sesungguhnya di antara umatku ada oang-orang yang mendapat ilham dan
diajak bicara (dibisiki oleh malaikat), dan sesungguhnya Umar termasuk
mereka.”
Ibnu Abbas ra membaca, ” Wa maa arsalna min qablika min rasuulin wa laa nabiyyin (wa laa muhaddatsin),” yakin Ash-Shiddiqin. Kata : ” Wa laa muhaddatsin” tidak termasuk dalam al-Qur’an. Muhaddats artinya orang yang mendapat ilham.
Ringkasnya,
barangsiapa melihat selama hidupnya walaupn sekali mimpi yang benar, ia
pun tidak memerlukan bukti-bukti. Kabar-kabar, atsar-atsar, dan
ayat-ayat yang menunjukkan itu tak terbilang banyaknya.
I. Pintu Hati
Hati
itu mempunyai sebuah pintu, di mana setan masuk dihadapan pintunya yang
menuju alam gaib. Setan mengeluarkan bisikan seperti halnya malaikat
mengeluarkan bisikan. Sifat-sifat tercela adalah pintu masuk setan
kedalam hati. Jalan masuk setan menjadi sempit atau tertutup sesuai
dengan banyaknya sifat-sifat tercela yang dihilangkan. Sebaliknya,
kalau dibiarkan, maka meluaslah pintu-pintu itu terhadap setan. Apabila
engkau tutup pintu ini, maka hati menjadi tempat hikmah dan tempat
turunnya melaikat. Apabila engkau biarkan, terbuka maka hati pun menjadi sarang setan.
MUHAMMADIN, FARJAN ’AAJILAN YAA ARHAMAR RAAHIMIINA.
Artinya :
”
Wahai Tuhanku, ampunilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku, belas
kasihanilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku sejahterkanlah umat Muhammad.
Wahai tuhanku, tutupilah kesalahan-kesalahan umat Muhammad. Wahai
Tuhanku, ampunilah umat Muhammad. Wahai Tuhanku, lapangkanlah umat
Muhammad dengan kelapangan yang cepat. Wahai Dzat Yang Paling Penyayang
di antara semua yang penyayang.”
Penjelasan :
Barangsiapa
yang ingin dicintai oleh Allah maka hendaklah ia bertaqwa kepada-Nya
dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Selain itu hendaklah Anda membiasakan diri
membaca do’a seperti di atas sebanyak-banyaknya pada tiap-tiap selesai
mengerjakan shalat fardlu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar