فصل فى بيان الأقوال الصوفيّين فى تعليم التصوف إلى شخص الآخر
( PASAL ) MENERANGKAN PERKATAAN-PERKATAAN PARA SUFI TENTANG MENGAJARKAN ILMU TASAWUF KEPADA ORANG LAIN
قيل للنوري: متى يستحق الإنسان الكلام على الناس؟ قال: إذا فهم عن الله عزّ وجلّ صلح أن يفهم عباد الله، وإذا لم يفهم عن الله كان بلاؤه عاما في بلاده وعلى عباده ".
Seseorang bertanya kepada Al-Nuri : “Kapan seorang sufi berhak mengajarkan ilmunya kepada orang lain ?” Al-Nuri menjawab : “Jika dia telah memahami tentang Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, maka dia sudah dianggap pantas untuk mengajarkan ilmunya kepada hamba-hamba Allah yang lainnya. tetapi apabila dia belum memahami tentang ( mengenai ) Allah, maka bencana ( musibah) yang menimpa dirinya akan berlaku secara umum, baik terhadap Negara maupun kepada semua orang, secara keseluruhan.
قال السري السقطي: إني أذكر مجيء الناس إليَّ فأقول: اللهم هب لهم من العلم ما يشغلهم عني؛ فإني لا أحب مجيئهم إليَّ ".
Sirri As-Saqathi berkata : “Sesungguhnya aku memanggil manusia supaya datang kepadaku, kemudian aku berdoa : “Ya Allah, Berilah mereka ilmu yang dapat menjaga diri mereka dari diriku, karena aku tidak menginginkan kedatangan mereka kepadaku.”
قال سهل بن عبد الله: أنا منذ ثلاثين سنة أكلم الله، والناس يتوهمون أني أكلمهم".
Sahl bin Abdullah berkata : “Selama tiga puluh tahun aku telah berbicara kepada Allah dan orang-orang itu mengira bahwa aku berbicara kepada mereka.”
قال الجنيد للشبلي: نحن حبَّرنا هذا العلم تحبيرا، ثم خبأناه في السراديب، فجئت أنت فأظهرته على رؤوس الملأ "؟!
Al-Junaid berkata kepada Al-Syibli : “Kami telah mempelajari ilmu ( Tashawwuf ) ini sedalam-dalamnya, kemudian kami menyembunyikannya dalam tempat persembunyian, tetapi kamu telah datang dan memamerkannya di atas kepala orang-orang itu.”
فقال: أنا أقول، وأنا أسمع، فهل في الدارين غيري
Al-Syibli menjawab : “Aku berkata, dan aku mendengar, masih adakah orang lain di dunia ini selain diriku?
وقال بعض الكبار للجنيد وهو يتكلم على الناس: يا أبا القاسم، إن الله لا يرضى عن العالم بالعلم حتى يجده في العلم، فإن كنت في العلم فالزم مكانك وإلا فانزل؟
Salah seorang pemimpin Sufi berkata kepada Al-Junaid, sewaktu dia sedang mengajarkan ilmunya kepada orang-orang , dengan katanya : “Wahai Abul Qasim, sesungguhnya Allah tidak rela kepada orang-orang yang berilmu, sampai Allah mendapatkannya dalam ( menekuni ) ilmu, maka apabila kamu ( menekuni ) ilmu bersungguh-sungguhlah. Tetapi apabila tidak ( demikian ) maka lebih baik kamu berhenti.”
فقام الجنيد ولم يتكلم على الناس شهرين،
kemudian Al-Junaid pergi menyendiri, selama dua bulan, ia tidak berbicara ( mengajarkan ilmunya ) kepada manusia,
ثم خرج فقال:
setelah itu dia keluar sambil berkata :
لولا أنه بلغني عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ { فِي آخِرِ الزَّمَانِ يَكُوْنُ زَعِيْمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ }،
“seandainya Nabi Saw. tidak bersabda : “ Di akhir zaman terdapat pemimpin yang lebih hina dari yang dipimpin.
ما خرجت إليكم ".
Maka aku tidak akan keluar padamu.”
وقال الجنيد: ما تكلمت على الناس حتى أشار إليّ وعليَّ ثلاثون من البدلاء: إنك تصلح أن تدعو إلى الله عزّ وجلّ ".
Lebih lanjut Al-Junaid berkata : “Aku tidak berbicara ( mengajarkan ilmu ) kepada manusia, sebelum ada tiga puluh orang terkenal menunjuk diriku, dan berkata : “Engkau pantas ( layak ) untuk menyeru manusia kepada Allah Azza wa Jalla.
وقيل لبعض الكبار: لم لا تتكلم؟! فقال: هذا علم قد أدبر وتولى، والمُقْبِل على المدبر أدبر من المدبر ".
Seseorang bertanya kepada salah seorang pemimpin Sufi : “”Mengapa engkau tidak berbicara ( mengajarkan ilmu ) ?” Pemimpin sufi menjawab : “Dunia ini adalah sebuah dunia yang sudah berpaling dan berangkat pergi, manusia yang mengikuti dia ( dunia ) yang sudah berpaling adalah lebih terbelakang daripada manusia lainnya.”
قال أبو منصور البنجخيني لأبي القاسم الحكيم: "بأي نيَّة أتكلم على الناس؟
Abu Mansur Al-Panjakhini bertanya kepada Abul Qasim Al-Hakim : “Dengan niat apa aku berbicara( mengajarkan ilmu ) kepada manusia, ?”
فقال: لا أعلم للمعصية نية غير الترك".
Abul Qasim Al-Hakim menjawab : “saya tidak tahu dengan niat apa seseorang berbicara ( mengajarkan ilmu ) kepada manusia kecuali dengan niat meninggalkan maksiat.”
واستأذن أبو عثمان سعيد بن إسماعيل الرازي أبا حفص الحداد - وكان تلميذه - في الكلام على الناس؟
Abu Utsman Sa’id bin Isma’il Al-Razi meminta izin kepada gurunya , Abu Hafsh al-Haddad, untuk berbicara ( mengajarkan ilmunya ) kepada manusia,
فقال له أبو حفص: وما يدعوك إليه "؟
Maka Abu Hafs berkata kepadanya : “Motivasi apa yang mendorongmu ke arah itu?”
فقال أبو عثمان: الشفقة عليهم، والنصيحة لهم "؟
Abu `Utsman menjawab : “Aku kasihan terhadap mereka, dan aku menasehati mereka.”
فقال: وما بلغ من شفقتك عليهم "؟
Abu Hafs bertanya : “dan apa pula yang mendorongmu kasihan kepada mereka?”
فقال: لو علمت أن الله يعذبني بدل جميع من آمن به ويدخلنهم الجنة، وجدت من قلبي الرضا به "،
Maka Abu `Utsman pun menjawab : “ Aku kira Allah akan menyiksa diriku sebagai ganti orang- orang yang beriman kepada-Nya, dan Dia ( Allah ) akan memasukkan mereka ke dalam surga, dan kalau demikian hatiku merasa rela.”
فأذن له، وشهد أبو حفص مجلسه، فلما قضى أبو عثمان كلامه قام سائل فسبق أبو عثمان فأعطاه ثوبا كان عليه،
Maka Abu Hafs memberikan izin kepada Abu `Utsman . Dan Abu Hafs pun menyaksikan pertemuan tersebut , dan ketika Abu `Utsman sedang menyampaikan pembicaraannnya ( pelajaran ilmunya ), Abu Hafs pun berdiri terus mendatangi Abu `Utsman dan memberikan baju yang dipakainya kepada Abu `Utsman.
فقال أبو حفص: يا كذاب، إياك أن تتكلم على الناس وفيك هذا الشيء "،
kemudian Abu Hafs berkata : “wahai pembohong, hati-hatilah kamu berbicara ( mengajarkan ilmu ) kepada manusia, dan inikah sesuatu yang ada padamu ?”
فقال أبو عثمان: وما ذاك يا أستاذ "؟
Abu `Utsman berkata : “Apakah itu, wahai guruku?”
قال: أما كان فيك من النصيحة لهم والشفقة عليهم أن تؤثرهم على نفسك بثواب السبق ثم تتلوهم
Abu Hafs menjawab : “Bukankah telah kamu katakan bahwa kamu ingin menasehati mereka, dan merasa kasihan kepada mereka, tetapi mengapa engkau mengharapkan imbalan dari mereka, oleh karena itu kamu akan mengikuti mereka “.
سمعت فارسا يقول: سمعت أبا عمرو الأنماطي يقول: كنا عند الجنيد إذ مر به النوري فسلم،
Saya telah mendengar cerita Faris, yang didapat dari Abu `Amr Al-Anmati “Sewaktu aku berjalan bersama Al-Junaid, tiba-tiba An-Nuri melewati Al-Junaid sambil mengucapkan salam,
فقال له الجنيد: وعليك السلام يا أمير القلوب، تكلم "؟
Kemudian Al-Junaid menjawab kepadanya : “`Alaikas Salaam, Ya Amirul Qulub ( wahai pemimpin Hati), Berbicaralah!”
فقال النوري: يا أبا القاسم، غششتهم فأجلسوك على المنابر، ونصحتهم فرموني في المزابل "؟!
An-Nuri berkata : “Wahai Abul Qasim! Engkau telah memperdayakan mereka, sehingga mereka mengangkat dirimu ke atas mimbar, dan aku telah menasehati mereka dan mereka melemparkan aku pada timbunan sampah.”
فقال الجنيد: ما رأيت قلبي أحزن منه في ذلك الوقت ". ثم خرج علينا في الجمعة الأخرى فقال: إذا رأيتم الصوفي يتكلم على الناس، فاعلموا أنه فارغ ".
Maka Al-Junaid menjawab : “waktu itu aku tidak mengetahui hatiku lebih takut dari pada sebelumnya. Kemudian pada hari Jum’at yang lain dia datang kepada kami, dia berkata : “Apabila kamu melihat seorang Sufi berbicara ( mengajarkan ilmu ) kepada manusia maka ketahuilah sesungguhnya dia itu bohong.”
وَقَالَ ابْنُ عَطَاءٍ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا } قال: على مقدار فهومهم، ومبلغ عقولهم ".
Ibn Atha menafsirkan kata “ Qoulan Baliighon” ( kata-kata yang baik ) dari ayat : “Dan katakanlah kepada mereka kata-kata yang baik ( Q.S. An-Nisa : 63 )
Yaitu atas kemampuan pemahaman dan akalnya.
وَقَالَ غَيْرُهُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (٤٤) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (٤٥) }: أي: لو نطق بالمواجيد على أهل الرسوم؛
Sufi lain menafsirkan firman Allah Swt. :”Seandainya dia ( Muhammad ) menyadarkan perkataan atas nama Kami, pastilah Kami akan menyumpahnya.” ( Q.S. Al-Haqqah 44-45 )
Yaitu apabila seseorang berbicara tentang sesuatu hendaklah disesuaikan dengan perasaan ( tingkat keadaan ) dari orang yang diajak bicara.
يدل عليه قوله: { بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ }، ولم يقل: بلغ ما تعرَّفْنَا به إليك
Penafsiran ini dikenal dengan adanya firman Allah Swt.:”Sampaikanlah apa-apa yang diturunkan dari Tuhanmu kepadamu “. ( Q.S. Al-Ma`idah : 67 )
Dalam ayat ini Allah tidak menyuruh untuk menyampaikan sesuatu berdasarkan sesuatu yang dikenalkan kepadamu.
رأى الحسين المغازلي رويم بن محمد وهو يتكلم على الناس في الفقر، فوقف عليه
Al-Husain Al-Maghazili Ruwaym bin Muhammad berbicara ( mengajarkan ilmu ) kepada manusia tentang kefakiran, maka ia membatasi pada apa yang dibicarakan .
وقال:
Dan ia pun bersyair :
وَمَا تَصْنَعُ بِالسَّيْفِ *** إِذَا لَمْ تَكُ قَتَّـالاً
أَلاَ اِبْقَعْتَ بِمَا حَلِّيْ *** تَ هَذَا السَّيْفِ خَلْخَالًا
Dan apa yang hendak kamu perbuat dengan pedang
Andaikan kamu tidak dalam berperang
Tidakkah, kamu telah membeli pedang
Hanya bagaikan sebuah perhiasan gelang
عبر بعبارته عن حال ليس هو فيها.
Dengan syair ini , ia telah mengibaratkan ( menyatakan ) suatu keadaan dimana ia sendiri tidak berada pada keadaan yang dibicarakannya.
قال بعض الكبار: من تكلم عن غير معناه، فقد تحمر في دعواه؛
Salah seorang pemimpin Sufi berkata : “Barang siapa berbicara sesuatu tanpa mengetahui arti ( makna /maksud ) dari yang dibicarakannya, maka ia bagaikan seekor keledai di dalam apa yang dibicarakannya.
قَالَ اللهُ تَعَالَى:{ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا }.
Allah Swt. berfirman : “...Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal...” ( Q.S. Al-Jum`ah : 5 ).
نقل من قسم الكتاب " جواهر التصوّف لِلوصول إِلَى الله المهدوف " للحقيرمحمّد أبى سفيان بن حسن الدين السونداوى الجاوى الإندونسي
DISALIN DARI SEBAGIAN KITAB “ JAWAAHIRUT TASHAWWUF LIL WUSHULI ILALLAHIL
MAHDUUF ( PERMATA-PERMATA ILMU TASHAWWUF UNTUK MENYAMPAIKAN KEPADA YANG
DITUJU )” KARYA AL-HAQIR MUHAMMAD ABY SUFYAN BIN HASANUDDIN AS-SUNDAWY
AL-JAWI AL-INDONISI
Tidak ada komentar :
Posting Komentar