Menyusuri Kota-Kota Jiwa:

بسم الله الرحمان الرحيم

Kala Aku mengembara di dunia fana ini, Allah menunjukiku jalan yang lurus. Ketika menelusuri jalan itu di antara tertidur dan terjaga, seolah-olah dalam mimpi, aku tiba di sebuah kota yang sangat gelap. Kota itu sangatlah luas sehingga aku tidak dapat melihat atau memperkirakan batasnya. Kota ini dihuni oleh manusia dari beragam bangsa dan ras. Begitu sesaknya jalan-jalan, orang sulit berjalan . begitu gaduhnya, sehingga orang sulit mendengar ucapan orang lain Semua perbuatan buruk dari segala makhluk, semua dosa yang kuketahui maupun tidak kuketahui, mengelilingiku.  Dalam rasa takjub dan kagum, aku menyaksikan pemandangan aneh.

Nun jauh di sana, di bagian tengah kota ini, ada kota lain dengan dinding yang tinggi dan besar.
Apa yang kusaksikan disekelilingku membuatku berpikir bahwa sejak semula cahaya matahari kebenaran tak pernah menerangi kota ini. Tidak hanya langit, lorong-lorong, dan rumah-rumah di Kota ini yang berada dalam gelap gulita, tetapi para penduduknya bagaikan kelelawar , mempunyai pikiran dan hati sepekat malam. Sifat dan perbuatan mereka laksana anjing-anjing liar. Saling menyalak dan menggigit satu sama lain hanya demi memperebutkan sesuap makanan dengan penuh nafsu dan amarah .mereka pun saling mencabik. Kesenangan mereka hanyalah bermabuk-mabukan dan berhubungan seks tanpa rasa malu, tanpa membedakan pria dan wanita, istri dan suami, dan sebagainya . berdusta, menipu, mengumpat, memfitnah, dan mencuri menjadi kebiasaan mereka tanpa rasa peduli kepada yang lain, tanpa sadar atau takut kepada Allah. Banyak yang mengaku muslim. sebenarnya  sebagian dari mereka dianggap sebagai orang bijak-para syekh,guru, `ulama dan dai.
Sebagian dari mereka yang mengetahui perintah-perintah Allah swt, tentang yang halal dan haram, berupaya mengatasi hal itu dan menemukan kepuasan di dalamnya dan tidak lagi berhubungan dengan penduduk kota itu. Para penduduk kota tidak bersikap ramah terhadap mereka. Aku dengar mereka berlindung di dalam kota berdinding  yang ku lihat berada di bagian tengah alam ini.
aku tinggal di bagian luar kota ini untuk beberapa saat . selama waktu itu, aku bertemu dengan seseorang  yang mendengarkan aku dan memahami apa yang ku katakan. Dia memberi tahu aku bahwa ia adalah Ammarah , kota yang angkuh, kota kebebasan, dimana setiap orang mengerjakan apa yang membuatnya senang.aku bertanya mengenai keadaan mereka. Dikatakan bahwa itulah kota tempat bersenang-senang yang bersumber dari sikap lalai dan alpa. Dalam kegelapan yang menyelimutinya , tiap-tiap orang mengira bahwa dialah satu-satunya orang. aku bertanya kepadanya mengenai nama pemimpin mereka.Dia menjawab , pemimpinnya bernama “`Aqlal-Ma`asy. Dia adalah ahli nujum, dukun, pengatur segala sesuatu, dokter yang menyembuhkan orang yang nyaris mati, raja berilmu yang tiada bandingannya di dunia ini.Para penasihat dan menterinya disebut logika. Putusannya ditetapkan atas dasar Hukum Akal sehat kuno.pelayannya disebut Imajinasi dan

Kadang terbesit dalam diriku bahwa semua ini keliru, tetapi aku tak berdaya dan tak mampu mencegahnya. Bagian diriku yang insaf itu disakiti dan ingin keluar dari gelapnya kota ini. Suatu hari, ketika rasa sakit itu kian parah , aku pergi menemui guruku, sang raja, dan dengan tanpa rasa takut aku bertanya “Mengapa para ilmuwan di alammu tidak pernah mengamalkan ilmu mereka dan takut kepada Allah ? mengapa tak seorang pun di kota ini yang takut kepada Azab Allah, padahal mereka takut terhadap hukumanmu ? mengapa tidak ada cahaya disini , diluar atau di dalam hati masyarakat ? bagaimana ucapanmu yang terlihat seperti manusia, tetapi sifat mereka tak ubahnya binatang buas, dan jahat ?
Dia menjawab, “Akulah-orang  yang sangat mampu mencari keuntungan pribadi di dunia ini, meski pun keuntunganku adalah kerugian bagi mereka-yang mereka teladani .Aku punya wakil di tengah-tengah mereka . merekalah pelayanku dan pelayan wakil-wakil ku. Tetapi, aku juga punya guru yang membimbingku : setan . tak seorang pun disini yang mampu mengubah jalannya,dan semua senang dan mengira diri mereka lebih baik

Dari yang lain.tak ada yang akan berubah dan karena itu, mereka tidak akan berubah, dan karena itu, mereka tidak akan berubah”.
Tatkala kudengar itu, aku ingin meninggalkan kota itu dan melarikan diri . tetapi , karena mengetahui kekuatan raja dan kekuasaannya atas segala sesuatu , aku meminta izin darinya untuk pergi. Wahai bagindaku yang perkasa, kataku, Engkau telah banyak berbuat bagi hambamu yang hina ini dan telah memberiku semua yang kumiliki. Betapa senangnya hidup dibawah pemerintahanmu ! kau berikan aku pakaian mewah , kau berikan teman bersenang-senang dan bermain. Minuman keras dan judi tak kau larang. Telah kurasakan semua kesenangan , dan telah kuterima semua bagianku. Tidakkah engkau tahu bahwa kedatanganku ke kota ini sebagai musafir ? izinkan aku pegi ke istana besar itu yang kulihat di tengah-tengah kotamu”.
Sang raja mengatakan “Aku juga penguasa istana itu.kawasan itu di sebut Lawwamah,penyesalan atau menyalahkan diri sendiri , tetapi penduduknya berbeda dengan kami yang ada di sini. Di kota kami yang durhaka ini,sesembahan kami adalah setan.dia ataupun aku tidak menyalahkan mereka atas apa yang mereka lakukan.oleh karena itu,tak ada yang menyesali apa yang mereka kerjakan,

Karena kami hidup di dalam hayalan. Di kota Lawwamah, Imajinasi tidak mempunyai kekuatan penuh . mereka juga berbuat dosa- mereka berzina, mereka puaskan berahi mereka dengan kaum pria maupun wanita, mereka minum minuman keras dan berjudi, mencuri dan membunuh, bergunjing dan memfitnah seperti yang kami lakukan – tetapi mereka sering menyadari apa yang telah mereka perbuat, menyesal, dan bertobat.”
Segera setelah aku berbicara dengan guruku, kecerdasan,aku berlari ke gerbang Kota Lawwamah. Di depan gerbangnya tertulis “al-ta`ibu min al-dzanbi ka-manla dzanba lahu”Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tak pernah berbuat dosa”.
Kubuka pintu gerbang dengan bertobat atas dosa-dosaku, dan masuk ke dalam kota itu. Kulihat kota itu memiliki penduduk yang  jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Kota Kegelapan yang telah pernah kusinggahi. Dapat kubilang penduduknya hanyalah separuh dari kota yang telah aku tinggalkan itu. Setelah aku menetap didalam selama beberapa waktu, aku berjumpa dengan seorang alim yang mengenal dan menguasai Kitab Suci Al-Qur`an. Aku mengunjunginya dan mengucapkan salam kepadanya . Dia menjawab salamku dan mendoakan aku.meskipun telah dikatakan padaku oleh penguasa Kota kegelapan bahwa dia juga berkuasa di sini, namun aku tetap menanyakan kepada guruku ihwal nama pemimpin mereka. Dia menegaskan bahwa mereka berada di bawah perintah akal, tetapi mereka mempunyai administrator sendiri, yang bernama Arogansi, kemunafikan, keras kepala, dan fanatisme.
Dikalangan penduduk banyak terdapat ilmuwan, sebagian besar mereka tampaknya bijaksana , tekun,saleh, dan baik.aku bersahabat dengan mereka dan aku tahu mereka menderita penyakit arogansi, egotisme, dengki, ambisi, keras kepala,dan tidak jujur dalam bersahabat. Mereka saling bermusuhan dan saling menipu .hal paling baik yang bisa ku katakan mengenai mereka adalah bahwa mereka melaksanakan salat dan berusaha mengikuti perintah Allah karena mereka takut terhadap azab Allah dan neraka, dan mengharapkan kehidupan abadi  dan bahagia di dalam surga .
Aku bertanya kepada salah seorang dari mereka mengenai kota kegelapan yang ada di luar dinding pembatas itu, dan mengeluhkan ihwal penduduknya . Dia mengiyakan keluhanku dan mengatakan bahwa penduduk kota itu terdiri atas kaum kafir yang merusak, durhaka dan gemar membunuh. Mereka tidak mempunyai iman dan tidak pernah melaksanakan salat .mereka pemabuk, pezina, pejantan. Mereka semuanya tak berkesadaran dan lalai . tetapi, dari waktu ke waktu , melalui petunjuk yang  misterius, mereka mengarah ke kota Lawwamah.mereka kemudian menyadari apa yang telah mereka perbuat, menyesal, bertobat, dan memohon ampun. Di kota mereka , demikian dia mengatakan, mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Akibatnya , mereka tidak pernah merasa menyesal atau memohon ampunan. Karena itu , mereka tidak tolong menolong, dan tak seorangpun membantu mereka.
Ketika pertama kali aku tiba di Kota Lawwamah, kulihat di tengah-tengahnya ada istana lain. Aku bertanya kepada salah seorang penduduknya yang berilmu mengenai hal itu. Dia mengatakan bahwa kota itu diberi nama Mulhimah (Kota Cinta dan Ilham). Aku bertanya mengenai pemimpinnya .pemimpinnya adalah” `Aqlal-Ma`ad “ ( Si bijak yang mengenal Allah ) . raja ini, kata si informan itu,mempunyai seorang perdana menteri  bernama cinta .
Seandainya ada salah seorang dari kami memasuki kota Cinta dan Ilham, lanjutnya, “kami tidak akan menerimanya kembali di kota kami. sebab, siapapun yang pergi kesana akan terjadi serupa dengan semua  penduduk itu- semuanya tertarik kepada perdana menteri itu.Dia jatuh cinta kepadanya, dan rela menyerahkan segalanya – semua yang dimilikinya ,harta, keluarga,anak-anak,dan bahkan nyawanya- demi perdana menteri yang  bernama Cinta itu.sultan kami ,yang cerdas ,memandang atribut ini sebagai hal yang sama sekali tidak dapat diterima.
Dia menghawatirkan pengaruh orang-orang  yang mempunyai sifat ini, karena kesetiaan dan perbuatan mereka tampaknya tidak masuk akal dan tidak bisa dipahami oleh pikiran sehat.
Kami mendengar  bahwa penduduk kota itu berdoa kepada Allah seraya bersenandung  dan bernyanyi dengan di iringi seruling, tamborin, dan drum, dan selama melakukan hal itu mereka kehilangan rasa dan masuk ke dalam ekstase. Para pemimpin agama dan teolog kami memandang ini sebagai hal yang haram menurut kaidah ortodoks kami.oleh karena itu, tak seorang pun dari mereka yang ingin bermimpi menginjakkan kakinya di Kota Cinta dan Ilham.
Takkala kudengar hal itu, aku sangat ingin meninggalkan kota Lawwamah, dan berlari kepintu gerbang Kota Mulhimah ( kota Cinta dan Ilham) yang penuh barokah itu. Di pintunya kubaca tulisan “bab al-jannati maktub: La ilaha illa Allah.” Kubaca frasa La ilaha illa Allah dengan suara yang keras., “Tidak ada Tuhan kecuali Allah”, lalu bersujud dan memanjatkan syukur. Pada saat itulah pintu terbuka dan aku pun masuk ke dalamnya.
Tak lama berselang,kutemukan sebuah rumah kecil milik seorang fakir . Di dalamnya kulihat orang-orang berpangkat  dan rakyat jelata , kaya dan miskin , bergabung menjadi satu. Kulihat mereka saling mencintai, menghormati, tolong-menolong dengan wajah senantiasa ceria. Mereka bercengkrama dan bernyanyi. Lagu dan ucapan mereka sangat menggugah , indah dan selalu mengenai Allah dan hari kiamat, serta hal-hal yang bersifat spiritual. Tak ada rasa cemas dan dukacita, seolah-olah hidup di alam surga .tak ku dengar atau kulihat apapun yang berkesan perselisihan atau pertengkaran yang menyakitkan atau melukai . tak ada tipu daya , kejahatan, dengki atau fitnah. Aku tiba-tiba merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan kegembiraan berada di tengah-tengah mereka. Kulihat ada seorang tua yang tampan.wajahnya memancarkan kedewasaan dan kebijaksanaan. Aku tertarik kepadanya dan langsung mendatanginya seraya bertanya, “Wahai sahabatku, aku adalah musafir miskin dan sekaligus sakit. Aku mencari obat untuk menyembuhkan penyakit kegelapan dan kelalaianku. Adakah tabib di Kota Cinta dan ilham ini yang bisa ( dapat ) menyembuhkan diriku?”.

Orang itu terdiam untuk beberapa saat. Kutanyakan namanya. Dia mengatakan kepadaku, namanya adalah Hidayah (Petunjuk).  Lalu dia berkata , nama panggilanku adalah kejujuran. Sejak azali tak satu pun kata dusta yang keluar dari mulutku. Tugas dan kewajibanku adalah menunjukkan jalan kepada orang yang benar-benar  ingin menyatu (bersama ) dengan Sang Kekasih. Kepadamu kukatakan, Beribadahlah kepada Tuhanmu sehingga datang kepadamu keyakinan ( Q.S. Al-Hijr:99 )
Sebutlah nama Tuahnmu dan beribadahlah pada-Nya dengan penuh ketekunan
( Q.S. Al-Muzzammil:8 ) . engkau juga pecinta yang tulus, dengarkan aku dengan telinga hatimu, ada empat wilayah di Kota Cinta dan Ilham ini yang harus kamu datangi keempat wilayah itu saling berjalin berkelindan.
Bagian luarnya, lanjutnya disebut Muqallid (wilayah para pembebek ) Tabib ahli yang kamu cari untuk menyembuhkan penyakitmu tidak ada di dalam wilayah itu .juga tidak ada kios obat yang menyediakan obat-obatan bagi penyakit lalai, gelapnya hati, dan kemusyrikan terselubung. Meskipun akan kau temukan banyak orang yang mengaku sebagai tabib penyakit hati- berpenampilan semacam itu, dengan mengenakan jubah, memakai serban besar, menyatakan diri sebagai orang bijak seraya menyembunyikan kebodohan,kebejatan moral, dan perangai buruk mereka , tak mampu membuktikan apa yang mereka nyatakan, yang mencari ketenaran, dan mengejar-ngejar dunia – mereka sendiri sebenarnya tengah menderita sakit. Mereka menyekutukan Allah,dan menjadi guru karena membebek.”
Mereka lanjutnya , “sembunyikan tipu muslihat, kemunafikan maupun sifat dengki mereka . mereka cerdas , tangkas, ceria, dan humoris. Meskipun tampaknya lidah mereka mengucapkan doa dan nama-nama Allah,dan kamu temukan mereka sering berada di tengah-tengah para zahid, namun pikiran mereka , yang mempengaruhi mereka, tidak mengantarkan mereka untuk menyaksikan pengaruh dan manfaat doa mereka .oleh karena itu, takkan kamu dapati obat dari mereka untuk menyembuhkan penyakit kelalaian dan kealpaan”.
Kamu harus meninggalkan wilayah para pembebek ini dan menuju wilayah Mujahid (wilayah para pejuang), tegas orang itu.

Kuturuti nasihat orang itu dan pergi ke wilayah para pejuang. Orang-orang yang kutemui di sana terlihat lemah dan kurus. Baik hati, penuh pertimbangan, bersyukur, tekun mendirikan salat, taat, berpuasa bertafakur dan merenung. Kekuatan mereka terletak pada cara hidup yang selaras dengan pengetahuan mereka. Aku menjadi dekat dengan mereka. Mereka telah meninggalkan semua sifat buruk yang bersumber dari egoisme, kecongkakan, dan bayang-bayang kelalaian. Mereka telah bersungguh-sungguh menjadi hamba, ridha kepada Tuhan mereka dan menerima keadaan mereka dengan ikhlas.
aku tinggal di wilayah para pejuang itu selama bertahun-tahun. aku mengerjakan apa yang mereka kerjakan dan hidup seperti mereka, seraya mencermati bagaimana aku hidup, dengan tak membiarkan sekejap pun waktu berlalu dalam kelalaian. Aku belajar dan bersikap sabar dan tabah, dan belajar meridhai nasibku, dan aku pun ridha dan ikhlas.
Siang malam aku berusaha keras dengan egoku, tetapi aku masih berada dalam politeisme( keadaan ) dengan begitu banyak “aku” dan pertempuran antara “aku-aku” itu, meskipun semuanya berhadapan dengan satu Allah yang Esa. Hal ini, yakni penyakit syirik khafi-ku, - yang membentuk banyak “aku”sebagai sekutu Allah- menjadi bayang-bayang  berat di dalam hatiku, menyembunyikan kebenaran dan membuatku tetap lalai.

Aku bertanya kepada tabib-tabib di wilayah itu, seraya memohon kepada mereka. Kuceritakan penyakitku kepada mereka, kemusyrikan terselubung, sikap lalai yang parah, kegelapan hati dan meminta bantuan. Mereka berkata kepadaku, bahkan ditempat orang-orang yang berperang melawan ego mereka ini pun, tidak ada obat bagi penyakitmu,
karena Dia bersamamu dimanapun kamu berada ( Q.S.Al-Hadid :4)
Kemudian mereka menasihatiku untuk pergi menuju istana Muthmainnah (Kota kedamaian dan Ketenangan). Di dekat istana itu terletak wilayah yang disebut Munajat wa Muraqabah( berdoa dan merenung), mungkin di
( hal.19)
sana, kata mereka, ada seorang tabib yang bias ( dapat ) menyembuhkan diriku.

Ketika aku tiba di kota (wilayah) Muraqabah, kulihat para penduduknya tenang dan damai, menyebut  “Allah” dan nama-nama-Nya yang indah ( Asmaul Husna ). Masing-masing dari mereka mempunyai anak hati yang telah dilahirkan. Mereka berdiri, khusyuk di hadapan Allah, diam,murung bersedih dan penuh rendah hati. Meskipun paras lahir mereka terlihat hancur dan rusak. Hati mereka cemerlang dan bercahaya.
Cara hidup mereka baik dan terpuji. Mereka nyaris tidak berbicara satu sama lain karena takut mengusik perhatian seseorang dari Yang Esa yang kehadiran-Nya mereka alami sendiri. Atau , mereka menghalangi  orang lain dari perenungan yang mendalam . cahaya bagaikan kehormatan bagi mereka, namun mereka sangat takut menjadi beban orang lain.
Kuhabiskan waktu bertahun-tahun di wilayah tafakur dan perenungan ini. Aku mengerjakan apa yang mereka kerjakan, dan sesungguhnya ku kira aku akhirnya sembuh dari kelalaian, kemusyrikan dan kealpaan. Tetapi, aku masih belum sembuh dari dualism terselubung  antara “aku” dan “Dia”

Yang  tetap menjadi beban berat di dalam hatiku. air mataku mengucur deras. Dengan penuh takjub, aku terperosok ke dalam keadaan aneh ketika samudra kesedihan melingkupiku. Aku ingin tenggelam di lautan itu. Tak kutemukan jalan lain kecuali kematian. Tetapi, aku tak dapat berbuat apa-apa, aku tidak memiliki kehendak, bahkan kehendak untuk mati.

Saat aku berdiri di sana tanpa daya, sedih, dalam keadaan ekstase, muncullah si guru tampan, sosok yang ( pernah) kujumpai pertama kali di kawasan yang asing ini, guru yang disebut Hidayah (Petunjuk). Dia menatapku dengan penuh kasih, “Wahai hamba malang yang diperbudak oleh diri sendiri di pengasingan tanah asing ini! Wahai pengembara yang jauh dari kampung halaman! Kamu tidak akan menemukan obat penyakitmu di tempat roh ini. Tinggalkan tempat ini. Pergilah ke wilayah nun jauh di sana, di dekat gerbang istana Muthmainnah. Nama tempat itu adalah Fana ( peniadaan diri ). Di sana akan kau temukan tabib-tabib yang telah pernah merasakan fana, yang mengetahui rahasia “fa-afnu tsumma afnu tsumma afnu fa-abqu tsumma abqu tsumma abqu”.- tiadakanlah dirimu, tiadakanlah dirimu,tiadakanlah dirimu,agar engkau kekal ,agar engkau kekal,agar engkau kekal buat selama-lamanya.”
Tanpa menunggu lebih lama, aku pergi ke wilayah fana. Kulihat penduduknya bisu, tidak berkata-kata , seolah-olah mati, tanpa tenaga untuk mengucapkan sepatah kata pun. Mereka telah meninggalkan harapan untuk beroleh manfaat dari ucapan dan benar-benar telah menyerahkan jiwa mereka kepada malaikat maut. Mereka sama sekali tidak memedulikan kehadiranku
Tidak kulihat mereka melakukan apa-apa kecuali salat lima waktu dalam sehari. Mereka telah kehilangan konsep tentang perbedaan antara dunia dan akhirat. Mereka melupakannya. Bagi mereka, derita dan bahagia tak ada bedanya. Mereka   tidak lagi merasakan perbedaan antara hal-hal yang bersifat material dan spiritual. Tak ada pikiran yang menyita mereka. Tak ada sesuatu yang mereka ingat atau cari.  Kebutuhan ( Keperluan ) dan hasrat telah menjadi barang asing bagi mereka. Mereka bahkan telah berhenti memohon kepada Allah apa yang mereka inginkan.

Aku tinggal bersama mereka selama beberapa tahun. Kukerjakan apa yang mereka kerjakan. Aku benar-benar  meniru mereka, tetapi aku tidak tahu keadaan batin mereka. Oleh kerana itu, aku tidak dapat melakukan apa yang mereka lakukan di dalam batin mereka.

Bahkan, di tempat itu, ditengah-tengah mereka, sakitku terasa bertambah parah. Tetapi, ketika aku ingin menjelaskan gejala (keadaan) penyakitku, aku tidak dapat menemukan tubuh atau eksistensi (adanya), bahkan sekadar mengatakan “Inilah tubuhku” atau “Inilah aku”. Kemudian aku tahu bahawa itulah “aku” yang telah kembali kepada sang pemilik aku. Kemudian aku tahu bahwa mengatakan “Wujud itu milikku”adalah kata-kata dusta,dan dusta adalah dosa bagi setiap orang ( yang berdusta ) . kemudian aku tahu bahwa menanyakan pemilik sesungguhnya dari apa yang menjadi “milikku”adalah syirik terselubung yang aku sendiri telah bertekad untuk mencampakkannya. Maka apa yang harus dilakukan ?
Dalam rasa takjub, kulihat (kurasakan) diriku terbebas dari semua keinginanku. Aku menangis dan terus menangis dalam keputusasaanku, seandainya aku memanggil-Nya, “Wahai Tuhan-ku “maka yang ada menjadi dua – aku dan Dia ,aku dan Dia yang kepada-Nya aku memohon pertolongan, kehendak dan yang dikehendaki, hasrat dan Yang dihasrati, pencinta dan Sang kekasih. Aku tidak tahu jalan kembali.


Ratapan sedih itu menggugah malaikat ilham, yang ditugaskan oleh Tuhannya untuk mengajarkan orang yang mencintai Allah. dengan seizin Tuhannya ,dia membacakan kepadaku bagian dari kitab ilham ilahi yang berbunyi “Pertama, Fanakanlah perbuatanmu”. Dia berikan itu kepadaku sebagai hadiah. Ketika kuulurkan tangan untuk menerimanya, kulihat tidak ada tangan. Ia hanya merupakan susunan  air, tanah, angin dan api. Aku tidak mempunyai tangan untuk mengambilnya dan aku tidak memiliki tenaga untuk berbuat.
Hanya yang Maha Esa yang memiliki kekuatan , yang Maha Perkasa, apapun perbuatan yang terjadi melalui diriku, ia pemilik Pelaku mutlak. Semua kekuatan, semua perbuatan, kunisbahan kepada-Nya, dan kutinggalkan semua yang terjadi pada diriku dan melalui diriku di dunia ini. Aku tahu, karena aku diajarkan oleh malaikat ilham, apa yang dimaksud  dengan sirnanya perbuatan seseorang. Segala puji hanya bagi Allah.
Dalil kewajiban mengingkari perbuatan seseorang di jalan kebenaran itu adalah aya suci Al-Qur`an :
Qul Kullun min `ingdillah ( hal.24 )
Katakanlah olehmu ( hai Muhammad Saw. ) bahwa semua ( perbuatan) itu dari Allah ( Q.S.An-Nisa : 78 ).
Aku buta huruf dan belum pernah belajar ,tetapi Allah yang maha tinggi dalam manifestasinya sebagai Kebenaran Tertinggi  telah memberiku kemampuan dan kekuatan untuk mengajar. Karena apa yang diriwayatkan disini adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada diriku, pengalaman yang menghadirkan keadaan pikiran dan spirit, dan seperti kata peribahasa,al-halu la yu`rafu bil qawl ( keadaan tidak dapat dituturkan melalui kata-kata ), maka tidaklah mungkin mengungkapkan keadaan semacam itu untuk dapat dicerna dan dibayangkan orang lain.
Kemudian aku ingin,dengan izin Allah dan bantuan malaikat ilham, untuk meninggalkan semua sifatku-yakni sifat-sifat yang membentuk keperibadian seseorang. Ketika aku memandang , yang kulihat bukanlah milikku.
Ketika aku berkata-kata,yang kuucapkan bukanlah milikku.maknanya juga bukan milik-ku, aku benar-benar tidak berdaya, tercerabut dari semua atribut, yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang membedakan aku dari semua sifat lahir dan batin yang telah sungguh-sungguhmembentuk”aku”.

Dengan semua raga , perasaan, dan rohku, aku membayangkan diriku sendiri sebagai esensi murni.lalu kurasakan bahwa ini pun dualitas.apa yang harus aku lakukan ,hubungan apa yang aku miliki, terhadap sesuatu yang bukan milikku ?aku lagi-lagi menjadi lemas.
Bahkan esensiku pun tercerabut dari diriku sendiri .padahal, aku masih saja mendambakan dan merindukan-Nya. Kurasakan makna “Wa talibu `ayni`abdi” orang yang merindukan aku adalah hamba-Ku yang sejati.
Betapa menyedihkannya bagiku,aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kulakukan.tanpa daya,aku mengharapkan penyatuan.
“Wallahu bikulli sya`in muhith “Allah Maha meliputi segala sesuatu
“Huwal Awwalu wal akhiru wazh-zhahiru wal batin “ Dialah yang Awal dan yang akhir, yang zahir dan yang batin
Dan Dia maha mengetahui segala sesuatu yang ada di relung hatiku
Bahkan, setelah itu,aku berharap agar rahasia “Mutu Qobla ang Tanutu” matilah sebelum kamu mati “ diungkapkan bagiku. Oh,betapa menyedihkannya , ini pun lagi-lagi merupakan dualisme terselubung antara aku dan Yang Esa yang kurindukan.Ini pun tentu bukanlah kebenaran.
Apa gerangan penyakit yang menimbulkan rasa sakit tiba-tiba ketika aku bergerak,berkehendak, rindu, memohon pertolongan, berdoa dan meminta ini? Keadaan aneh apa yang tengah kurasakan  dan sulit diatasi ini ?
Tanpa daya ,kuserahkan semua ini kepada pemiliknya dan aku menanti di pintu ajal, tanpa rasa, tanpa pemikiran atau perasaan,seolah-olah mati, menanti kematian menjemputku melalui setiap embusan napas.aku tetap berada dalam keadaan semacam itu dan tak tahu sudah berapa lama.
Tak lama kemudian terdengar nasihat “istafti qolbak” tanyakan kepada hatimu”, ku katakan kepada hatiku untuk menunjuki aku. Dia berkata “Selama ada jejakmu di dalam dirimu,engkau tidak akan mendengar seruan Tuhan-mu “Irji” kembalilah kepadaku.
Jika seekor kucing terperosok kedalam sumur garam dan tenggelam didalamnya, dan seketika itu juga tubuhnya menjadi garam,jika masih ada sehelai bulunya yang tersisa, dapatkah garam itu dimakan ?  betapa sering dan lama para teolog berselisih dan membahas persoalan itu ! sebagian mengatakan bahwa meskipun tersisa sehelai bulu , garam itu tetaplah bersih, karena bangkai kucing itu kini telah menjadi garam, dan sebagian lagi mengatakan bahwa sehelai bulu sama nilainya dengan keseluruhan tubuh kucing itu, oleh karena itu, garam itu najis dan haram memakannya.
Kurasakan kebenarannya ,dan aku berharap agar jejak diriku di dalam diriku mati. Kubenamkan jejak itu ke dalam kebahagiaan Ilahi. Muncullah ektase dariku , untukku,melampaui apa yang menjadi milikku, menutupi segalanya , rasa yang mustahil untuk  di ungkapkan.tanpa telinga,tanpa kata-kata, tanpa huruf ku dengar seruan :”Irji” ( Kembalilah ! ).
Aku mencoba berpikir “keadaan apa ini ? pikiranku tak dapat menjawabnya.aku akhirnya menyadari, akal tidak dapat menjangkau rahasia suci.bahkan,pengetahuan itu dirampas dariku secepat ia datang kepadaku.
Wahai penuntut ilmu yang kupaparkan di sini tidaklah dimaksudkan untuk menunjukkan saya tahu. Karenanya , hal itu hanya akan kalian ketahui setelah aku pergi dari tengah-tengah kalian.demi kepentingan para pencari kebenaran, para pecinta yang merindukan Sang Kekasih , mudah-mudahan pengetahuan itu membantu mereka mengenali diri mereka sendiri, agar mereka menemukan , di dalam kota-kota yang telah kutelusuri, hakikat diri mereka , dan penduduk didalamnya yang menjadi sahabat mereka.ketika dan jika di dalam keikhlasan – mereka mengetahui tempat mereka, mereka akan berbuat menurutnya,dan mengetahui arah pintu ridha Allah, dan bersyukur.
Wallohu `Alam wa Ahkaam.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar